Sahabatku sekalian, Saya tahu banyak di antara kalian yang merasa masih tidak menerima, masih terluka, karena kita telah dikhianati oleh sistem yang tidak baik. Tetapi hal ini tidak berarti bahwa kita harus menimbulkan perpecahan di bangsa kita. Seperti sahabat ketahui, dalam berpolitik saya selalu mengutamakan keutuhan bangsa dan kejayaan Republik Indonesia. Saya paham bahwa ada negara-negara tertentu yang selalu ingin Indonesia pecah. Ada yang ingin rakyat Indonesia tetap tergantung sama mereka. Karena itulah saya ingin menjaga persatuan nasional. Setelah saya renungkan mendalam, saya melihat di pihak PDIP dan koalisi mereka masih banyak patriot-patriot, anak-anak Indonesia yang juga cinta bangsa dan negara dan rakyat. Karena itulah saya memilih untuk terus berjuang untuk nilai-nilai yang kita pegang teguh yaitu Pancasila, UUD 1945 yang utuh dan asli, NKRI dari Sabang sampai Merauke yang kuat, yang adil, yang sejahtera, yang berdiri di atas kaki kita sendiri dan yang ber-Bhinneka Tunggal Ika. Saya akan terus perjuangkan nilai-nilai itu, tetapi dalam kerangka senantiasa menjaga jangan sampai terjadi perpecahan di antara sesama bangsa Indonesia. Kita harus ingat bahwa pihak yang berseberangan dengan kita dalam sebuah pertarungan politik tidak serta merta dan tidak otomatis harus menjadi musuh kita. Dari sejak awal saya katakan bahwa pesaing kita adalah saudara kita juga. Memang ada pihak-pihak yang penuh kebencian, prasangka buruk, keserakahan, kedengkian dan jiwa yang curang. Tapi ingat dari awal saya menganjurkan kepada lingkungan saya, pendukung saya, sahabat-sahabat saya, apa yang saya tuntut dari diri saya sendiri yaitu berjiwalah sebagai seorang kesatria, sebagai seorang pendekar. Kalau ada pihak yang menebarkan kebencian, fitnah, kepada kita bukan berarti kita harus balas dengan sikap yang sama. Janganlah fitnah kita balas fitnah, janganlah kebencian kita balas kebencian. Janganlah kita bertindak sebagai individu yang berjiwa Kurawa. Itulah sikap saya, dan karena itulah saya memilih jalan yang saya tempuh sekarang. Bukan berarti kita merendahkan nilai-nilai kita atau perjuangan kita. Semakin kita merasa benar, semakin pula kita harus rela menghormati orang lain, pihak lain. Kalau orang lain menghormati kita, kita menghormati orang tersebut. Bahkan kalaupun mereka tidak hormat pada kita, tidak ada salahnya kita menghormati terus. Saya mohon semua pendukung-pendukung saya untuk memahami hal ini. Saya mengerti sebagian dari saudara-saudara belum bisa menerima sikap saya. Tetapi percayalah, seorang pendekar, seorang kesatria harus tegar, harus selalu memilih jalan yang baik, jalan yang benar. Menghindari kekerasan sedapat mungkin. Menjauhi permusuhan dan kebencian. Sahabat, kita bukan pihak penakut. Sejak dari masa muda, saya pernah hidup sebagai seorang prajurit Tentara Nasional Indonesia. Berkali-kali saya terlibat dalam operasi-operasi militer, dalam kontak-kontak tembak dengan musuh negara. Saya paham apa artinya kekerasan. Karena itulah saya sadar bahwa seorang pemimpin sejati, pemimpin yang bertanggung jawab selalu harus memilih jalan yang sejuk. Apalagi kalau ini adalah untuk menjaga kepentingan, keutuhan bangsa yang kita cintai. Sahabat, kita harus tetap militan, kita harus tetap patriotik. Kita harus menyiapkan diri untuk menghadapi segala kemungkinan. Kalau kita hormat bukan berarti kita menyerah. Kalau kita sopan bukan berarti kita meninggalkan perjuangan kita. Tapi kita harus selalu berusaha mencari jalan yang damai, jalan yang baik. Kita harus selalu mengutamakan persaudaraan dan persahabatan. Kalau semua usaha kita, pada saatnya nanti tetap tidak membuahkan sebuah hasil yang sesuai dengan kepercayaan dan cita-cita kita, dan keyakinan kita akan kepentingan bangsa dan rakyat, kalau bangsa Indonesia terancam, kalau kekayaan bangsa terus dirampok oleh bangsa lain, kalau kita sudah sekuat tenaga menciptakan kesadaran nasional, sebagai patriot dan pendekar bangsa kita harus tidak ragu-ragu mengambil tindakan yang dituntut oleh keadaan. Saya sekali lagi menganjurkan kepada sahabat saya dan pendukung saya, marilah kita terus tegar. Marilah kita memperkuat diri, marilah kita menambah barisan kita. Yakinkan lingkungan kita semuanya, bangkitkan kesadaran nasional kita. Dulu saat Bung Karno bersama para pendiri bangsa memperjuangkan kemerdekaan, mereka pun berpuluh tahun harus membangun kesadaran nasional. Sekarang pun kita harus membangun kesadaran nasional, bahwa kita saat ini sedang diancam oleh bangsa-bangsa asing yang selalu ingin Indonesia pecah, Indonesia lemah dan selalu tergantung. Dalam pertemuan saya dengan saudara Joko Widodo tadi saya sampaikan, bahwa saya merasakan di dalam hati sanubari Joko Widodo yang paling dalam beliau adalah seorang patriot. Beliau ingin yang terbaik untuk Indonesia. Oleh karena itu saya memilih untuk membangun silaturahmi dengan beliau, sesuai dengan ajaran-ajaran budaya nenek moyang kita. Apalagi agama Islam yang saya anut, mengajarkan saya bahwa menjalin dan memelihara silaturahmi, persahabatan dan persaudaraan jauh lebih mulia dan bermanfaat daripada meneruskan prasangka buruk, rasa curiga, apalagi terjerat dalam kebencian dan permusuhan. Ibarat api tidak bisa dipadamkan dengan api, maka kebencian dan fitnah mari kita balas dengan berbudi luhur, berjiwa kesatria. Semakin difitnah, semakin difitnah, semakin dihina, kita akan semakin tegar. Saya minta sahabat sekalian janganlah ragu kepada pilihan-pilihan saya. Janganlah mendorong saya untuk mengambil sikap yang tidak sesuai dengan jiwa saya sebagai ksatria. Janganlah mengira saya akan surut dalam perjuangan saya. Saya juga telah sampaikan kepada saudara Joko Widodo bahwa perjuangan saya adalah membela UUD 1945 yang lahir 18 Agustus 1945, membela keutuhan NKRI, membangun suatu bangsa ber-Bhinneka Tunggal Ika yang aman, damai, kuat, adil, makmur dan sejahtera. Beliaupun menyatakan bahwa itu juga pegangan beliau. Saya juga katakan, kalau nanti dalam perjalanan Pemerintahan beliau ada kebijakan-kebijakan yang kurang menguntungkan rakyat, apalagi melanggar Pancasila dan UUD 1945 maka kami tidak akan ragu-ragu menyampaikan kritik kepada Pemerintah. Beliau menyambut ini dengan baik, dan beliau juga menyampaikan sewaktu-waktu akan mengundang saya untuk meminta pendapat dan masukan dari saya. Terima kasih, saudara-saudara. Sahabatku dimanapun berada. Wassalamualaikum. Salam Indonesia Raya, Prabowo Subianto, 17-10-2014

Selasa, 25 November 2014

KERAJINAN TANGAN DI DAERAHKU


          


             


     
  Seorang pekerja melakukan proses pembentukan tanduk untuk dijadikan berbagai barang kerajinan di sentra kerajinan tanduk desa Pucang, Secang, Magelang, Jateng. (ant/file)
Sejak dulu kota Magelang, Jawa Tengah memang telah dikenal akan keindahan dan kesejukannya kotanya. Selain itu kota ini juga terkenal akan tempat-tempat wisata yang memiliki karakteristik tersendiri, sebut saja seperti Candi Borobudur dan candi-candi lainnya yang tersebar di beberapa tempat.
Jika anda berkunjung ke Magelang, ada satu tempat yang tidak boleh dilewatkan. Selain bisa melihat dari dekat pembuatan benda-benda yang terbuat dari bahan tanduk, anda pun tidak perlu pusing untuk membawa oleh-oleh untuk kerabat dan handaitaulan.
Bau menyengat dari pembakaran tanduk dan debu hasil amplasan kayu hingga saat ini masih menjadi kehidupan sehari-hari di sentra kerajinan tanduk dan kayu di Desa Pucang, Kecamatan Secang, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah.
Kondisi tersebut menandakan masih ada aktivitas para perajin untuk memenuhi permintaan konsumen. Hasil kerajinan dari daerah tersebut hingga sekarang masih banyak diminati konsumen lokal, nasional maupun luar negeri.
Tangan-tangan terampil warga Pucang tersebut mampu mengubah tanduk kerbau dan sapi maupun beberapa jenis kayu menjadi perkakas rumah tangga dan pernik-pernik aksesoris yang indah dengan sentuhan seni.
Kerajinan tanduk dari daerah itu antara lain centong nasi, mangkok, “cepuk” (tempat perhiasan), sisir, pipa rokok, sendok, dan garpu makan berukir, sedangkan dari bahan kayu menghasilkan produk berupa “solet”, entong, irus, tongkat, dan sisir kutu.
Hasil kerajinan warga Pucang yang terletak sekitar 8-10 km arah timur dari pertigaan Secang di Jalan Semarang-Yogyakarta ini tidak kalah dengan hasil industri modern dari bahan plastik yang kini membanjiri Tanah Air.
Usaha kerajinan tanduk berlangsung turun-temurun di Desa Pucang dan sejak 1960-an desa ini telah terkenal menjadi sentra kerajinan tanduk, sedangkan sentra kerajinan kayu mulai dirintis tahun 1990-an karena semakin langkanya bahan baku tanduk.
Seorang warga yang mempunyai usaha kerajinan tanduk dan kayu, Muhammad Imron di Dusun Karang Kulon, 
Desa Pucang mengatakan hasil produksinya dikirim ke Yogyakarta, Jakarta, Bali, Bandung, dan Surabaya.
Menurut dia, melalui pedagang perantara di beberapa kota tersebut, hasil kerajinannya terutama dari bahan tanduk diekspor ke sejumlah negara di Eropa.
  Ia mengatakan, untuk produk kerajinan kayu berupa sisir kutu dari bahan kayu sawo dalam beberapa tahun terakhir permintaannya cenderung ramai, bahkan dalam sebulan mencapai 6.000 hingga 7.000 kodi.
“Sisir kutu dengan harga Rp1.000 per biji, permintaan untuk satu desa bisa mencapai 15 ribu kodi per bulan,” katanya.
Ia mengaku tidak khawatir dengan membanjirnya produk plastik dari China. “Kami berani bersaing dengan produk plastik dari China karena harga juga bersaing,” katanya.
Imron berharap pemerintah memperhatikan para perajin dengan memberikan bantuan modal, karena sentra kerajinan Pucang ini menyedot tenaga kerja tidak sedikit, termasuk dari luar daerah.

Related Products and Article:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar